Minggu, 27 September 2015

cabang-cabang iman

77 (Tujuh Puluh Tujuh) Cabang dari Cabang-Cabang IMAN

IMAN memiliki cabang yang sangat banyak, hal ini menunjukkan bahwa kata-kata IMAN jika disebutkan secara mutlak -tanpa dikaitkan dengan kata Islam- mencakup agama secara keseluruhan. Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam telah menjelaskan cabang-cabang IMAN tersebut baik secara global ataupun secara rinci.

Berkaitan dengan penjelasan Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam tentang IMAN secara global, hal ini terdapat dalam hadits Abu Hurairah Radhiallohu 'Anhu, beliau berkata; Rasulullah Shollallahu 'alaihi wasallam bersabda :
((الإيمان بضع وسبعون شعبة، والحياء شعبة من الإيمان))
IMAN itu ada lebih dari tujuh puluh cabang, dan MALU merupakan salah satu cabang dari IMAN

dalam riwayat yang lain :
((الإيمان بضع وسبعون، أو بضع وستّون شعبة، فأفضلها قول لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق، والحياء شعبة من الإيمان))
IMAN itu ada lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang, tingkatan cabang terafdhol -tertinggi- adalah ucapan LA ILAHA ILLALLOH, tingkatan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan di jalan, dan MALU merupakan salah satu cabang dari IMAN [Muttafaqun 'alaih]

Al Imam Abu Bakar Al Baihaqy Rahimahullah telah menyebutkan tujuh puluh tujuh (77) cabang IMAN, secara ringkas cabang-cabang IMAN tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Iman kepada Allah Azza wajalla
  2. Iman kepada para Rasul Alaihissholatu wassalam
  3. Iman kepada kepada para Malaikat
  4. Iman kepada Al Qur'an Al Karim dan seluruh kitab yang diturunkan
  5. Iman kepada taqdir, apakah itu baik atau buruk berasal dari Allah Azza wajalla
  6. Iman kepada hari akhir
  7. Iman kepada kebangkitan setelah kematian
  8. Iman kepada pengumpulan seluruh manusia di padang mah-syar setelah dibangkitkan dari kuburannya
  9. Iman bahwasanya kampungnya orang-orang beriman adalah surga dan kampungnya orang-orang kafir adalah neraka
  10. Iman kepada wajibnya mencintai Allah Azza wajalla
  11. Iman terhadap wajibnya takut kepada Allah Azza wajalla
  12. Iman terhadap wajibnya penuh harap kepada Allah Azza wajalla
  13. Iman terhadap wajibnya tawakkal kepada Allah Azza wajalla
  14. Iman kepada wajibnya mencintai Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam
  15. Iman kepada wajibnya mengangungkan, memuliakan dan menghormati Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam dengan tidak melampaui batas
  16. Kecintaan seseorang terhadap agamanya sehingga dia lebih mencintai dilemparkan ke dalam api dari pada kufur
  17. Menuntut ilmu, yaitu mengenal Allah Subhanahu wata'ala, mengenal agama-Nya dan mengenal Nabi-Nya Shollallahu 'alaihi wasallam, dengan berdasarkan dalil
  18. Menyebarkan ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain
  19. Mengangungkan Al Qur'an Al Karim; dengan mempelajarinya, mengajarkannya, menjaga batasan-batasannya, hukum-hukumnya, ilmu halal dan haramnya, serta memuliakan ahlinya dan dengan menghafalnya.
  20. Bersuci dan menjaga serta memperhatikan wudhu
  21. Menjaga dan memperhatikan sholat lima waktu
  22. Menunaikan zakat
  23. Puasa; wajib dan sunnah
  24. I'tikaf -berdiam di masjid-
  25. Haji
  26. Jihad di jalan Allah Azza wajalla
  27. Ribath -menjaga wilayah perbatasan- di jalan Allah Azza wajalla
  28. Bertahan menghadapi musuh dan tidak lari meninggalkan medan perang
  29. Membayar seperlima dari ghanimah -rampasan perang- kepada imam, atau penggantinya bagi yang memperoleh ghanimah
  30. Memerdekakan budak dengan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wajalla
  31. Membayar kaffarah -tebusan- yang wajib karena kejahatan -pidana-; Kaffarah dalam Al Qur'an dan Assunnah ada empat : 
    1. Kaffarah pembunuhan
    2. Kaffarah dzhi-har
    3. Kaffarah sumpah
    4. Kaffarah berhubungan suami istri pada saat puasa ramadhan
  32. Menunaikan, memenuhi seluruh akad [perjanjian yaitu apa saja yang Allah halalkan, haramkan, dan wajibkan serta seluruh batasan-batasan di dalam Al Qur'an]
  33. Menyebut-nyebut dengan pujian akan ni'mat Allah Azza wajalla, dan apa saja yang wajib disyukuri
  34. Menjaga lisan dari perkataan yang tidak dibutuhkan
  35. Menjaga amanah, dan wajib menunaikannya kepada yang berhak -pemiliknya-
  36. Haramnya membunuh jiwa dan berlaku hukum tindak pidana kejahatan atasnya
  37. Haramnya kemaluan -zina- dan wajibnya menjaga kehormatan
  38. Mengepalkan tangan -tidak menyentuh- harta haram; termasuk didalamnya : haramnya mencuri, merampok, memakan suap -sogok-, dan memakan apa saja yang secara syar'i bukan haknya.
  39. Wajibnya wara' -menahan diri- dalam hal makanan dan minuman, serta menjauhi apa saja yang tidak halal dari makanan dan minuman tersebut
  40. Meninggalkan pakaian dan mode serta perabot yang diharamkan dan makruh
  41. Haramnya permainan-permainan dan hiburan-hiburan yang bertentangan dengan syariat
  42. Sederhana -hemat- dalam nafkah -belanja- dan haramnya memakan harta dengan cara yang batil
  43. Meninggalkan dendam dan dengki serta iri dan hasad
  44. Haramnya -menjatuhkan- kehormatan orang lain, dan wajibnya meninggalkan apa saja yang menjatuhkan kehormatan orang lain
  45. Beramal Ikhlas hanya karena Allah Azza wajalla, dan meninggalkan riya'
  46. Senang dengan kebaikan dan sedih dengan keburukan
  47. Mengobati setiap dosa dengan taubat nashu-hah
  48. Menyembelih Qurban, dan intinya adalah : Al Hadyu, Al Udhiyah dan Aqiqah
  49. Taat kepada Ulil Amri
  50. Berpegang teguh dengan Al Jama'ah
  51. Menetapkan keputusan hukum diantara manusia dengan adil
  52. Amar Ma'ruf dan Nahi Mungkar
  53. Saling tolong menolong diatas kebaikan dan taqwa
  54. Malu
  55. Berbakti kepada kedua orang tua
  56. Silaturahmi
  57. Akhlaq yang baik
  58. Berbuat baik kepada budak
  59. Hak Tuan yang wajib ditunaikan oleh budaknya
  60. Menegakkan hak-hak anak dan keluarga lainnya
  61. Dekat kepada ahli agama, mencintai mereka, menebarkan salam dan berjabat tangan dengannya
  62. Menjawab salam
  63. Menjenguk orang sakit
  64. Menyolati jenazah ahlul qiblat -kaum muslimin-
  65. Mendoakan orang yang bersin -jika mengucapkan "Alhamdulillah"-
  66. Menjauhi orang-orang kafir dan pembuat kerusakan serta tegas terhadap mereka
  67. Memuliakan tetangga
  68. Memuliakan tamu
  69. Menutupi -aib- para pelaku dosa
  70. Sabar terhadap musibah serta dari segala sesuatu yang dicabut dari jiwa berupa kelezatan dan kesenangan
  71. Zuhud dan pendek angan-angan -dalam masalah dunia-
  72. Cemburu dan tidak membiarkan anak atau istrinya bercampur baur dengan lelaki lain
  73. Berpaling dari sikap ektrem -melampaui batas-
  74. Dermawan dan murah hati
  75. Menyayangi yang muda dan menghormati yang tua
  76. Mendamaikan antara dua orang yang bertikai
  77. Seseorang mencintai bagi saudaranya yang muslim apa yang dia cintai bagi dirinya, dan tidak senang ada pada saudaranya sesuatu yang dia tidak senangi bagi dirinya, termasuk dalam hal ini adalah : menyingkirkan gangguan di jalanan, sebagaimana yang di-isyaratkan dalam hadits sebelumnya.
Referensi :
Syu'ab Al Iman karya Al Imam Abu Bakar Al Bayhaqi (Wafat 458H)
Aqidah Al Muslim fie Dhou' Al Kitab was Sunnah karya Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al Qoh-thony

Jumat, 18 September 2015

memory album















MAKALAH FANA DAN BAQO



MAKALAH

FANA DAN BAQO
 
SEMESTER I



DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
AKHLAK SASAWUF


DOSEN MATA KULIAH
--------------------

DISUSUN OLEH :

SURIMAN


PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES ( STAIB )
TAHUN 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fana Dan Baqa
B. Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa
C. Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA









KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Akhlak Tasawuf” yang berjudul Al-Fana, Al-Baqa Dan Ittihad
Sholawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah seperti sekarang ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun pada khususnya. Amin




                                                                               


                                                                                                Penyusun










BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang lebih banyak berbicara persoalan-persoalan batin, kondisi-kondisi rohani dan hal-hal lain. Pengalaman-pengalaman yang dibentuk melalui proses ajaran sufi bersifat mistis dan hampir selalu mengarah kedalam, yang sangat pribadi dan sulit dikomunikasikan kepada orang lain.
Karena kecenderungan mereka dalam mengungkapkan dunianya yang lebih mengarah kepada hal-hal mistis, maka persan-pesan Al-Qur’an dan hadist oleh mereka tidak difahami dari sudut makna lahiriahnya, tetapi dari sisi tafsir batiniah dan diungkapkan dalam kata-kata kiasan dan pelambang seperti fana’, baqa’, dan Ittihad. Sehingga pada gilirannya mengalami benturan pemahaman yang tidak jarang melahirkan cash sosial dan politik dengan kelompok syar’I yang memang lebih banyak menekankan pemahaman keagamaan dari aspek bentuk makna lahiriah.
Pada bab ini kita akan mengkaji al-fana, al-baqa, dan Al-Ittihad dari segi pengertian dan hubungannya. Kemudian akan dilanjutkan dengan tingkatan-tingkatan Al-fana,  Al-baqa, dan Al-Ittihad dalam pandangan Al-Qur’an.
B.  Rumusan Masalah
1.   Pengertian dan Kedudukan Al-Fana, Al-Baqa, dan Al-Ittihad ?
2.   Tokoh pemgembang  Al-Fana dan Hikmahnya !
3.   Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang Al-Fana, Al-Baqa dan Al-Ittihad ?
C.  Tujuan Masalah
1.   Untuk mengetahui pengertian dan hubungan antara Al-Fana, Al-Baqa, dan
      Al-Ittihad.
2.   Untuk mengetahui Siapa Tokoh yang memperkenalkan  Al-Fana dan Hikmah
      Al-Fana.
3.   Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang Al-Fana, Al-Baqa dan Al-Ittihad
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Fana Dan Baqa.
Dari segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.
Menurut istilah Fana artinya hilang atau hancur. Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Yang dimaksud dengan menghancurkan diri adalah menghancurkan hawa nafsu, atau kesenangan material duniawi.  Sedangkan Baqa  artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi untuk mencapai ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut Al Fana yang diiringi oleh Al baqa.
Proses penghancuran diri (Fana)  tidak dapat dipisahkan dari Baqa (tetap, terus hidup), maksudnya adalah apabila proses penghilangan suatu sifat (Maksiat) dari dalam sifat manusia , maka yang muncul kemudian adalah sifat yang lainya (Taqwa) yang ada pada manusia.
Tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, karena hal yang demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.
B.  Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa.
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid al-Bustami disebut-sebut sebagai Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa. Nama kecilnya adalah Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam kalangan  kaum Sufi.

            E.     Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an.
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
يرجوا كان فمن واحد اله الهكم انما الي حي يو مثلكم بشر انا انما قل
احدا ربه بعبادة يشرك ولا صالحا عملا فليعمل ربه لقاء

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al-Kahfi :110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah SWT. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini:

 
 كرام والا الجلل ذل ربك وجه ويبقي  ° فان علية من كل

Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (Q. S. Ar-Rahman: 26-27)


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Secara singkat, Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami.

B. Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya.
Kami akui makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA



Prof. Drs. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, Cetakan ke-11 Jakarta,
 April 2012, Pt. Garafindo Persada





MAKALA Akhlak Tasawuf FANA DAN BAQO



MAKALAH

FANA DAN BAQO
 
SEMESTER I



DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
AKHLAK SASAWUF


DOSEN MATA KULIAH
--------------------

DISUSUN OLEH :

SURIMAN


PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM BREBES ( STAIB )
TAHUN 2013

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fana Dan Baqa
B. Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa
C. Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA









KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Akhlak Tasawuf” yang berjudul Al-Fana, Al-Baqa Dan Ittihad
Sholawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah seperti sekarang ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dan semoga bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun pada khususnya. Amin




                                                                               


                                                                                                Penyusun










BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang lebih banyak berbicara persoalan-persoalan batin, kondisi-kondisi rohani dan hal-hal lain. Pengalaman-pengalaman yang dibentuk melalui proses ajaran sufi bersifat mistis dan hampir selalu mengarah kedalam, yang sangat pribadi dan sulit dikomunikasikan kepada orang lain.
Karena kecenderungan mereka dalam mengungkapkan dunianya yang lebih mengarah kepada hal-hal mistis, maka persan-pesan Al-Qur’an dan hadist oleh mereka tidak difahami dari sudut makna lahiriahnya, tetapi dari sisi tafsir batiniah dan diungkapkan dalam kata-kata kiasan dan pelambang seperti fana’, baqa’, dan Ittihad. Sehingga pada gilirannya mengalami benturan pemahaman yang tidak jarang melahirkan cash sosial dan politik dengan kelompok syar’I yang memang lebih banyak menekankan pemahaman keagamaan dari aspek bentuk makna lahiriah.
Pada bab ini kita akan mengkaji al-fana, al-baqa, dan Al-Ittihad dari segi pengertian dan hubungannya. Kemudian akan dilanjutkan dengan tingkatan-tingkatan Al-fana,  Al-baqa, dan Al-Ittihad dalam pandangan Al-Qur’an.
B.  Rumusan Masalah
1.   Pengertian dan Kedudukan Al-Fana, Al-Baqa, dan Al-Ittihad ?
2.   Tokoh pemgembang  Al-Fana dan Hikmahnya !
3.   Bagaimana pandangan Al-Qur’an tentang Al-Fana, Al-Baqa dan Al-Ittihad ?
C.  Tujuan Masalah
1.   Untuk mengetahui pengertian dan hubungan antara Al-Fana, Al-Baqa, dan
      Al-Ittihad.
2.   Untuk mengetahui Siapa Tokoh yang memperkenalkan  Al-Fana dan Hikmah
      Al-Fana.
3.   Untuk mengetahui pandangan Al-Qur’an tentang Al-Fana, Al-Baqa dan Al-Ittihad
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Fana Dan Baqa.
Dari segi bahasa Al-Fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Fana menurut kalangan sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri.
Menurut istilah Fana artinya hilang atau hancur. Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Yang dimaksud dengan menghancurkan diri adalah menghancurkan hawa nafsu, atau kesenangan material duniawi.  Sedangkan Baqa  artinya tetap, terus hidup. Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Seorang sufi untuk mencapai ma’rifat harus bisa menghancurkan diri terlebih dahulu, dan proses penghancuran diri inilah di dalam tasawuf disebut Al Fana yang diiringi oleh Al baqa.
Proses penghancuran diri (Fana)  tidak dapat dipisahkan dari Baqa (tetap, terus hidup), maksudnya adalah apabila proses penghilangan suatu sifat (Maksiat) dari dalam sifat manusia , maka yang muncul kemudian adalah sifat yang lainya (Taqwa) yang ada pada manusia.
Tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya.
Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal, karena hal yang demikian itu terjadi terus menerus dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana merupakan keadaan dimana seseorang hanya menyadari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan lebih merupakan alat, jembatan atau maqam menuju ittihad (penyatuan Rohani dengan Tuhan). Tatkala Fana dan Baqa berjalan selaras dan sesuai dengan fungsinya maka seorang Sufi merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, suatu tingkatan yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu.
B.  Tokoh yang mengembangkan Fana dan Baqa.
Dalam sejarah tasawuf, Abu Yazid al-Bustami disebut-sebut sebagai Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa. Nama kecilnya adalah Thaifur. Nama beliau sangat istimewa dalam kalangan  kaum Sufi.

            E.     Fana dan Baqa dalam pandangan Al-Qur’an.
Fana dan Baqa merupakan jalan menuju Tuhan, hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
يرجوا كان فمن واحد اله الهكم انما الي حي يو مثلكم بشر انا انما قل
احدا ربه بعبادة يشرك ولا صالحا عملا فليعمل ربه لقاء

Artinya: “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya” (QS Al-Kahfi :110)
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Allah SWT. telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniyah atau bathiniyah, yang caranya antara lain dengan beramal shaleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat-sifat dan akhlak buruk (Fana), meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kemudian ini tercakup dalam konsep Fana dan Baqa, hal ini juga dapat dipahami dari isyarat ayat di bawah ini:

 
 كرام والا الجلل ذل ربك وجه ويبقي  ° فان علية من كل

Artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (Q. S. Ar-Rahman: 26-27)


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Fana adalah proses menghancurkan diri bagi seorang sufi agar dapat bersatu dengan Tuhan. Sedangkan Baqa adalah sifat yang mengiringi dari proses fana dalam penghancuran diri untuk mencapai ma’rifat. Secara singkat, Fana adalah gugurnya sifat-sifat tercela, sedangkan Baqa adalah berdirinya sifat-sifat terpuji. Adapun tujuan Fana dan Baqa adalah mencapai penyatuan secara ruhaniyah dan bathiniyiah dengan Tuhan sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Sedangkan kedudukan Fana dan Baqa merupakan hal. Dalam sejarah tasawuf, Sufi yang pertama kali memperkenalkan paham Fana dan Baqa adalah Abu Yazid al-Bustami.

B. Saran
Demikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami  telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk memahaminya.
Kami akui makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA



Prof. Drs. H. Abuddin Nata, M.A., Akhlak Tasawuf, Cetakan ke-11 Jakarta,
 April 2012, Pt. Garafindo Persada